Ponpes Dayah Darul Ilham

Mendidik dengan Ilmu, Membentuk dengan Adab

Di era banjir informasi, keakuratan dan validitas sumber seringkali kabur, khususnya dalam ranah keagamaan, di mana hoax dan interpretasi sesat mudah menyebar. Pesantren kini berada di garis depan Pesantren dan Digitalisasi Ilmu, memanfaatkan teknologi untuk memperkuat tradisi keilmuan otentik. Pesantren dan Digitalisasi Ilmu bukanlah sekadar memasang Wi-Fi, melainkan strategi cerdas untuk melawan disinformasi dengan senjata terkuat mereka: sanad (rantai transmisi keilmuan) Kitab Kuning yang jelas dan terverifikasi. Proses ini menghasilkan santri yang tidak hanya melek digital (digital literate), tetapi juga kritis dalam memfilter informasi keagamaan yang beredar luas di media sosial.


Digitalisasi sebagai Alat Verifikasi Sanad

Inti dari Pesantren dan Digitalisasi Ilmu adalah penggunaan teknologi untuk mempermudah akses dan verifikasi sumber ilmu. Santri diajarkan bahwa otoritas keilmuan tetap berada pada Kitab Kuning dan guru (Kyai/Nyai), sementara teknologi adalah alat untuk mempercepat proses belajar.

  1. Aplikasi E-Kitab: Banyak pesantren kini mengembangkan atau mengadopsi aplikasi yang memuat ribuan Kitab Kuning dalam format digital, lengkap dengan fitur pencarian dan bookmark. Hal ini memungkinkan santri melakukan muthola’ah (mengulang pelajaran) kapan saja, mempercepat proses Menguasai Kitab Kuning.
  2. Perbandingan Sumber (Takhrij): Digitalisasi mempermudah santri senior dalam membandingkan matan (teks asli) dari berbagai cetakan kitab yang berbeda atau melakukan takhrij (penelusuran sumber) sebuah hadis atau pendapat ulama. Kemampuan kritis ini sangat penting untuk Menjawab Tantangan Radikalisme, yang seringkali menggunakan dalil agama yang dipotong-potong (out of context).

K.H. Taufiqurrahman fiktif, seorang pengajar Ushul Fiqih di pesantren modern, menyatakan pada webinar alumni Sabtu, 11 Januari 2025, bahwa, “Kami mengajarkan santri untuk mencurigai setiap pesan berantai keagamaan. Mereka harus memverifikasi: Siapa yang bicara? Kitab mana sumbernya? Apakah sanadnya jelas? Digitalisasi mempermudah proses ini.”


Literasi Digital Berbasis Adab

Pesantren dan Digitalisasi Ilmu juga fokus pada pelatihan literasi digital yang disaring oleh nilai-nilai adab (etika). Jika santri memiliki akses ke internet, mereka diajarkan untuk:

  • Jihad Melawan Hoax: Santri dilatih untuk mengenali ciri-ciri hoax keagamaan, seperti narasi yang provokatif, klaim kebenaran tunggal, atau sumber anonim. Mereka didorong untuk menyebarkan informasi yang sudah terverifikasi melalui guru mereka.
  • Adab Bersosial Media: Guru Kehidupan di pesantren memberikan bimbingan ketat mengenai etika di media sosial, menekankan pentingnya tawadhu’ (rendah hati) dan menghindari ghibah (menggunjing) atau fitnah di dunia maya. Penggunaan Bahasa Internasional yang sopan dan santun juga menjadi fokus.

Pada pesantren fiktif “Digital Barakah,” setiap santri yang mendapatkan izin penggunaan laptop (biasanya kelas akhir) diwajibkan mengikuti training etika digital selama 10 jam sebelum laptop mereka diaktifkan untuk studi.


Menghadirkan Kyai di Ruang Digital

Pesantren dan Digitalisasi Ilmu juga berarti membawa otoritas keilmuan offline ke ranah online. Banyak Kyai kini aktif di media sosial atau memiliki saluran YouTube resmi untuk menyajikan pengajian rutin, memastikan bahwa konten agama yang benar dan moderat mengisi ruang digital. Ini adalah strategi penting untuk Menjaga Daya Tahan keilmuan tradisional agar tetap relevan dan diakses oleh generasi muda. Dengan memadukan kecepatan digital dan otoritas sanad, pesantren menjadi institusi yang kuat dalam memerangi kebodohan dan disinformasi di era modern.