Dalam ilmu morfologi Arab (Sharf), pemahaman mengenai perubahan al-i‘lāl adalah kunci untuk menguasai kata-kata yang mengandung Huruf Illat (yaitu alif, wāw, dan yā’). Kaidah ini sering dianggap sebagai bagian tersulit karena melibatkan banyak pengecualian dan anomali. Namun, sistemnya sebenarnya sangat logis.
Konsep Dasar Hukum I‘lāl (Perubahan)
Hukum i‘lāl mengatur bagaimana Huruf Illat saling bertukar tempat, berpindah menjadi huruf lain, atau bahkan dihapus, demi menjaga kemudahan pengucapan (khaffah) dan menghindari kekakuan bunyi. Tujuannya adalah mencapai keharmonisan fonetik dalam lisan Arab.
Perubahan pada Huruf Illat ini bergantung pada posisi huruf tersebut dalam kata, harakat (vokal) yang mendahului, dan pola (wazan) kata tersebut. Hukum ini yang membedakan kata dasar teoretis dengan bentuk praktis yang kita temukan dalam penggunaan sehari-hari.
Tiga Jenis Utama Perubahan Huruf Illat
Ada tiga jenis utama perubahan: qalbu (pergantian), ḥadzhf (penghapusan), dan iskān (penghilangan harakat). Huruf Illat wāw sering berubah menjadi yā’ atau alif, dan sebaliknya, mengikuti kaidah yang sangat spesifik dan terperinci dalam ilmu Sharf.
Contoh paling umum adalah pada kata kerja (fi’il): jika wāw atau yā’ terletak setelah fathah (harakat ‘a’) pada kata kerja tiga huruf, biasanya akan diubah menjadi alif. Ini adalah salah satu kaidah fundamental dalam mengidentifikasi bentuk lampau kata kerja anomali.
Mengapa Kekecualian Terjadi?
Kekecualian dan anomali terjadi ketika Huruf bertemu dengan kondisi tertentu, seperti sukun (mati) atau harakat yang tidak sesuai. Kaidah ini bekerja untuk mencegah pertemuan dua sukun yang tidak diizinkan atau untuk menyesuaikan vokal dengan konsonan ‘illat’ yang sesuai.
Memahami alasan di balik setiap perubahan, yaitu demi kemudahan pengucapan, jauh lebih penting daripada sekadar menghafal hasil akhir. Dengan menginternalisasi prinsip fonetik ini, santri dapat memprediksi dan mengurai anomali kata Arab.
Penerapan dalam Kata Kerja dan Kata Benda
Kaidah perubahan Huruf Illat tidak hanya berlaku pada kata kerja (fi‘il) tetapi juga pada kata benda (isim). Misalnya, pada isim yang diakhiri dengan wāw atau yā’, sering terjadi penghapusan atau pergantian untuk menciptakan bentuk nomina yang lebih lancar.